Denpasar (bisnisbali.com) –Pemerhati perbankan Nyoman Sender menyampaikan pengelola perbankan perlu menyikapi kondisi ekonomi tiga bulan mendatang, termasuk terkait daya beli masyarakat. Sebab daya beli masyarakat yang turun akan berimbas pula pada penyaluran pembiyaan kepada konsumen,

Secara nasional, Indeks keyakinan konsumen atau IKK di bulan Maret 2025 tercatat turun 5,3 poin dibandingkan dengan bulan Februari 2025. Penurunan IKK selama tiga bulan berturut-turut mencerminkan penurunan daya beli masyarakat. Kondisi berbeda di Bali, kepercayaan konsumen di Provinsi Bali menunjukkan tren yang tetap positif pada Maret 2025, meskipun berada di tengah fluktuasi ekonomi global dan nasional. Begitupula daya beli masyarakat di Bali masih mengalami pertumbuhan.

Nyoman Sender yang juga Komisaris di BPR Kertiawan ini mengatakan, daya beli masyarakat yang turun, otomatis permintaan akan barang dan jasa juga menurun.

“Masyarakat mau belanja pakai apa jika pendapatannya berkurang?,” katanya.

Kondisi tersebut, secara tidak langsung membuat perbankan juga terpengaruh karena nasabah yang dibiayai mengalami penurunan permintaan atas barang dan atau jasa yang dibiayai oleh bank. Akibatnya, ada kredit yang susah dibiayai seperti kredit di sektor sekunder dan tersier atau sektor-sektor nonprioritas.

“Sedangkan kredit konsumsi karena merupakan sektor primer, terpengaruhnya relatif lebih kecil karena bagaimanapun masyarakat mesti memprioritaskan dulu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, sementara kepentingan-kepentingan nonprioritas dikesampingkan dulu,” ujarnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, kata dia, tentu perbankan berusaha mencari ceruk pasar yang lain, seperti sektor-sektor produktif di luar pariwisata, salah satunya. Ia pun tidak terlalu berharap banyak dari kondisi ekonomi 3 bulan mendatang. Sebab, geopolitik global yang runyam, konflik di mana-mana, perang dagang China-AS, perang di Timur Tengah, ketegangan India-Pakistan, Ukrain-Rusia dan lainnya. Sedangkan di dalam negeri juga banyak isu-isu politik yang kurang kondusif perihal Gibran, ijazah palsu Jokowi dan masalah-masalah korupsi. Alhasil, menurutnya, kondisi 3 bulan mendatang relatif stagnan, cendrung menurun (pesimis).

Sementara itu Dirut Bank BPD Bali, Nyoman Sudharma mengatakan, dalam kondisi pasar yang volatile di tengah ketidakpastian ekonomi dan keuangan global, bank milik krama Bali ini berhasil membuktikan adaptibilitasnya terhadap kondisi pasar yang tercermin dari penyaluran kredit yang mencapai Rp23,3 triliun. Penyaluran kredit ini tumbuh 8,80 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2024. Bahkan kinerja penyaluran kredit pada triwulan I 2025 melebihi target yang dirancang sebesar Rp23,03 triliun.

Dari seluruh kredit yang tersalurkan tersebut, share kredit produktif dibandingkan dengan kredit konsumtif telah mencapai 58,40 persen. Di samping itu, share kredit kepada UMKM telah mencapai 50,86 persen atau mencapai Rp11,8 triliun, tumbuh 11,33 persen (yoy). Pencapaian ini tidak terlepas dari komitmen BPD Bali mendukung UMKM melalui KUR. Penyaluran KUR Rp487,4 miliar atau sebesar 170,48 persen dari target.

Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mencatat kinerja Industri Jasa Keuangan (IJK) di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Februari 2025 tetap resilien dan terjaga stabil didukung oleh permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga.

Data sektor perbankan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Februari 2025 menunjukkan penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK mengalami pertumbuhan dari periode sebelumnya. Penyaluran kredit mencapai Rp231,1 triliun atau tumbuh 5,81 persen yoy, sedikit melandai dibandingkan Januari 2025 yang sebesar 6,77 persen yoy (Februari 2024: 11,34 persen yoy).

Berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 57,64 persen kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada kredit produktif, yaitu 33,82 persen dalam bentuk Modal Kerja dan 23,82 persen dalam bentuk Investasi.

Pertumbuhan kredit yoy didorong oleh peningkatan nominal kredit Investasi yang bertambah sebesar Rp12,1 triliun atau tumbuh 28,16 persen yoy lebih tinggi dibandingkan Februari 2024 sebesar 27,24 persen yoy (Januari 2025: 29,43 persen yoy). Tingginya pertumbuhan kredit investasi ini menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara.*dik