BISNISBALI.com – Pengamat ekonomi yang juga Direktur Celios, Bhima Yudhistira kepada Bisnis Bali menyikapi terkait pembatalan diskon tarif listrik, yaitu satu dari rencana enam paket insentif fiskal yang diberikan pemerintah di Juni ini dengan harapan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut Bhima, awalnya diskon tarif listrik jadi satu paket dengan stimulus ekonomi, bukan pengganti atau substitusi. Artinya, sejak stimulus pemerintah diumumkan ke publik, koordinasi lintas kementerian sangat minim, termasuk soal ketersediaan pos anggaran. Estimasinya total anggaran dengan diskon tarif listrik butuh Rp33 triliun hingga Rp50 triliun pada Juni sampai Juli 2025.
Ia pun menilai indikasinya awal pemerintah tidak memiliki ruang fiskal jika diskon tarif listrik dilakukan bersamaan dengan bantuan subsidi upah. Anggarannya tidak tersedia. “Padahal Juni ini pemerintah harus bayar utang jatuh tempo Rp178,9 triliun. Jadi yang prioritas pastinya untuk bayar utang dulu,” katanya.
Lalu apa dampaknya?. Bhima melihat dampak dari pembatalan diskon tarif listrik membuat konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III 2025 diperkirakan makin menurun. Pertumbuhan ekonomi bisa di bawah 5% year on year (yoy), apalagi tidak ada motor berarti yang dorong konsumsi kecuali libur sekolah dan belanja keperluan tahun ajaran baru.
“Bantuan subsidi upah (BSU) saja jelas tidak cukup dalam meningkatkan daya beli kelompok menengah kebawah, apalagi nominal terlalu kecil dan pekerja informal tidak tercover,” jelasnya.
Seperti diketahui pemerintah memutuskan untuk menghapus rencana pemberian subsidi listrik dari lima paket kebijakan insentif yang akan mulai berlaku Juni-Juli 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan utama pembatalan itu karena proses penganggaran yang dinilai tidak cukup cepat untuk mengejar target pelaksanaan pada Juni dan Juli. Diskon listrik, ternyata untuk kebutuhan atau proses penganggarannya jauh lebih lambat, sehingga kalau tujuannya adalah Juni dan Juli, maka memutuskan tidak bisa dijalankan. Sebagai gantinya, pemerintah memilih mengalihkan anggaran ke program Bantuan Subsidi Upah (BSU), yang dinilai lebih siap dari sisi data dan eksekusi.
Untuk mengingat, sebelumnya pemerintah telah menyiapkan 6 Paket Stimulus berbasis konsumsi domestik, dengan fokus pada peningkatan aktivitas masyarakat di sektor transportasi, energi, hingga bantuan sosial.
Stimulus pertama yakni berupa diskon transportasi yang mencakup diskon tiket kereta api, diskon tiket pesawat, serta diskon tarif angkutan laut selama masa libur sekolah.
Kedua, pemerintah akan memberikan potongan tarif tol dengan target sekitar 110 juta pengendara dan berlaku pada Juni-Juli 2025.
Ketiga, pemerintah akan memberikan diskon tarif listrik sebesar 50% selama bulan Juni dan Juli 2025 yang ditargetkan bagi 79,3 juta rumah tangga dengan daya listrik sampai dengan 1.300 VA.
Keempat, pemerintah juga menambah alokasi bantuan sosial berupa kartu sembako dan bantuan pangan dengan target 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk bulan Juni-Juli 2025.
Selanjutnya, stimulus kelima berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta atau UMP, serta guru honorer.
Stimulus keenam, pemerintah memperpanjang program diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja di sektor padat karya.
Keenam stimulus yang rencananya akan diluncurkan pada 5 Juni 2025 tersebut diharapkan akan mampu mendongkrak konsumsi masyarakat. *dik