BISNISBALI.com –Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen.

Pemerhati ekonomi dari Undiknas Denpasar, Prof. Dr. IB. Raka Suardana, M.M., Kamis (22/5) menyampaikan, penurunan BI Rate menjadi katalis bagi turunnya suku bunga kredit perbankan, sehingga biaya pinjaman menjadi lebih murah.

Di Bali, sektor properti dan konstruksi mendapat dorongan signifikan karena penurunan bunga mendorong permintaan terhadap kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit konstruksi. Hal ini berkontribusi pada meningkatnya aktivitas pembangunan perumahan dan fasilitas pariwisata.

Prof. Raka yang juga Dekan FEB Undiknas University ini mengatakan, sektor pariwisata di Bali, sebagai tulang punggung ekonomi daerah, juga mendapat dampak positif karena adanya peningkatan konsumsi dan investasi.

“Dengan bunga kredit yang lebih rendah, pelaku usaha di sektor perhotelan, restoran, dan travel agent lebih terdorong untuk memperluas usaha atau memperbarui infrastruktur layanan mereka,” katanya.

Selain itu, sektor perdagangan dan otomotif pun menunjukkan pertumbuhan karena konsumen cenderung lebih berani mengambil cicilan pembelian barang konsumsi jangka panjang ketika suku bunga turun.
Data BI pada awal 2025 menunjukkan bahwa penurunan BI Rate dari 6,00 persen ke 5,75 persen berkontribusi pada peningkatan penyaluran kredit sebeser 9,3 persen secara tahunan, serta pertumbuhan PDRB Bali sebesar 5,9 persen (yoy) pada triwulan I 2025, yang mencerminkan meningkatnya aktivitas ekonomi pasca penyesuaian kebijakan moneter tersebut.

Jelas dia, dalam hal akses pembiayaan bagi UMKM, penurunan BI Rate secaar teoritis meningkatkan peluang UMKM untuk mendapatkan kredit dengan bunga yang lebih rendah. Bank-bank penyalur KUR menyesuaikan suku bunga pinjaman sesuai dgn kebijakan suku bunga acuan.

“Dengan BI Rate yang lebih rendah, bank memiliki insentif lebih untuk meningkatkan penyaluran kredit produktif termasuk kepada UMKM,” ujarnya.

Hal ini menjadi peluang strategis bagi UMKM di Bali, terutama yang bergerak di bidang kriya, kuliner, agrowisata, serta ekonomi kreatif berbasis budaya lokal, untuk memperoleh modal kerja dengan bunga relatif murah. Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa penyaluran KUR secara nasional meningkat sebesar 11,2 persen pada awal 2025, dan Bali menjadi salah satu provinsi dengan realisasi tertinggi mencapai Rp1,98 triliun pada kuartal pertama, dengan bunga efektif berkisar 3–6 persen per tahun.

“Ini menandakan bahwa pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan BI Rate turut memperkuat akses pembiayaan inklusif bagi pelaku usaha kecil dan menengah di Bali,” ucap Raka Suardana.*dik