BISNISBALI.com – Eskalasi konflik antara India dan Pakistan yang kian membesar atau tidak teratasi segera perlu diwaspadai. Konflik dua negara ini akan berpotensi memberikan dampak cukup signifikan terhadap perekonomian Bali, terutama melalui jalur perdagangan internasional dan sektor pariwisata.
India merupakan salah satu mitra dagang Indonesia, termasuk Bali, terutama dalam sektor ekspor-impor produk pertanian dan kerajinan.
Berdasarkan data BPS Bali tahun 2024, ekspor Bali ke India mencapai 5,6 juta dolar AS didominasi oleh produk perhiasan, pakaian jadi, dan kerajinan tangan.
“Jika ketegangan politik berlanjut dan terjadi pembatasan perdagangan, maka potensi penurunan ekspor sangat besar, yang pada gilirannya akan bisa mempengaruhi pendapatan pelaku UMKM dan pekerja lokal,” kata pemerhati ekonomi dari Undiknas University, Prof. Dr. IB. Raka Suardana, M.M. di Denpasar, Selasa (13/5).
Ia menyampaikan, di sisi lain, sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi Bali juga bisa terancam, sebab wisatawan asal India merupakan salah satu pasar utama kunjungan wisata ke Bali. Pada tahun 2024, jumlah wisatawan asal India yang berkunjung ke Bali mencapai 550.379 orang, menjadikan India sebagai negara penyumbang wisman terbesar kedua ke Bali setelah Australia.
Konflik yang meningkat, kata Prof. Raka dapat menyebabkan pembatalan penerbangan, penurunan minat wisata, serta kekhawatiran keamanan global yang mempengaruhi aliran wisatawan secara umum. Penurunan jumlah kunjungan ini akan berdampak langsung pada okupansi hotel, restoran, jasa transportasi, dan tentu sektor informal lainnya.
Ia yang juga Dekan FEB Undiknas Denpasar ini menilai, selain itu, ketegangan geopolitik di Asia Selatan dapat saja memicu ketidakpastian global yang mendorong fluktuasi harga minyak dan komoditas lain. Kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan biaya logistik dan produksi di Bali, mengingat ketergantungan daerah ini pada pasokan energi dari luar.
Kombinasi penurunan ekspor, melemahnya pariwisata, serta naiknya biaya operasional akan dapat menekan pertumbuhan ekonomi Bali yang pada triwulan I 2024 tumbuh sebesar 5,56%.
“Oleh karena itu, perlu diantisipasi strategi mitigasi, diversifikasi pasar wisata dan komoditas ekspor agar perekonomian Bali tetap stabil di tengah dinamika global,” ucapnya.
Sementara itu berdasarkan data BPS Bali mencatat, wisman kebangsaan Australia merupakan yang paling banyak kedatangannya ke Bali pada bulan Maret 2025, dengan jumlah 103.892 kunjungan. Empat negara asal wisman terbanyak selanjutnya adalah India 43.790 kunjungan, Tiongkok 31.043 kunjungan, Inggris 26.830 kunjungan dan Amerika Serikat 23.065 kunjungan. Dari 10 besar kedatangan wisman, wisman asal Singapura tercatat mengalami peningkatan tertinggi yakni sebesar 40,09 persen (m-to-m).*dik