Denpasar (bisnisbali.com) –Ekonomi Bali triwulan I-2025 mengalami kontraksi 4,38 persen jika dibandingkan dengan triwulan IV-2024 (q-to-q), namun tumbuh 5,52 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (y-on-y). Sementara itu, Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali menyebutkan daya beli konsumen di Bali tetap tumbuh di tengah dinamika perekonomian global dan nasional.
Terkait ekonomi Bali triwulan I/2025 (qtoq) mengalami kontraksi sesuai data BPS Bali, pemerhati ekonomi dari Undiknas University, Prof. Dr. IB Raka Suardana di Denpasar menilai, ekonomi di Pulau Dewata alami kontraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk penurunan jumlah kunjungan wisman dan domestik akibat cuaca ekstrem waktu lalu dan berakhirnya masa libur panjang.
Data dari Angkasa Pura mencatat bahwa jumlah kunjungan domestik pada triwulan IV 2024 sebanyak 1,22 juta orang, lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 1,37 juta orang. Kunjungan wisman juga mengalami penurunan, dengan jumlah 1,75 juta orang pada triwulan IV 2024, lebih rendah dari 1,98 juta orang pada periode sebelumnya.
Sektor akomodasi makanan dan minuman (akmamin) yang merupakan kontributor utama ekonomi Bali, lumayan tumbuh 10,24% berkat tingginya kunjungan wisman dan tingkat hunian kamar hotel yang mencapai 63%. “Namun, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami penurunan akibat berakhirnya masa panen dan curah hujan tinggi pada triwulan IV 2024,” katanya.
Kapasitas produksi terpakai sektor pertanian hanya sebesar 72,47% pada triwulan IV 2024, menurun dari 79,86% pada triwulan sebelumnya. Untuk mengatasi kontraksi itu, kata Dekan FEB Undiknas Denpasar ini diperlukan langkah-langkah strategis.
Pertama, pemerintah daerah bersama BI dan pelaku usaha perlu memperkuat sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri pengolahan dan pengadaan listrik dan gas, yang masing-masing tumbuh sebesar 9,4% dan 9,5%.
“Selain itu, mempercepat diversifikasi ekonomi melalui pengembangan sektor pertanian dan industri kreatif dapat membantu mengurangi ketergantungan terhadap sektor pariwisata,” ujarnya.
Kedua, digitalisasi sistem pembayaran dan perluasan pembiayaan juga menjadi kunci dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Bali. Dengan Langkah-langkah strategis yang terukur, diharapkan ekonomi Bali dapat kembali tumbuh dan mencapai target pertumbuhan yang telah ditetapkan.
Sama halnya dikatakan pemerhati ekonomi dari FEB Unud, Putu Krisna Adwitya Sanjaya, S.E., M.Si., di triwulan I/2025 sektor yang mengalami kontraksi adalah konstruksi (sisi produksi) dan dari sisi pengeluaran adalah item pengeluaran pemerintah (40,90%).
“Kedua sektor tersebut berdasarkan data mengalami kontraksi, mungkin bisa saja itu disebabkan karena kebijakan efisiensi anggaran dan peningkatan PPN di awal tahun 2025 sehingga membuat terjadinya perlambatan belanja modal,” terangnya.
“Tapi saya masih punya kenyakinan bahwa perekonomian Bali akan tetap tumbuh di range 5,2 persen mengingat inflasi masih terkendali, indeks harapan konsumen masih relatif tinggi terhadap peningkatan lapangan pekerjaan, dan pendapatan serta masih cukup masifnya pergerakan wisatawan untuk berwisata di Bali,” imbuhnya.
Hal-hal tersebut, diakui bisa jadi sebagai variable pendorong perekonomian Bali.
Sebelumnya BPS memuat ekonomi Bali pada triwulan I-2025 tetap konsisten tumbuh di atas 5 persen, yaitu sebesar 5,52 persen secara y-on-y, meskipun melambat dibandingkan triwulan I-2024. Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh meningkatnya kunjungan wisatawan ke Bali dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan aktivitas pariwisata tersebut menjadi pemacu bagi lapangan usaha terkait, untuk dapat meningkatkan penciptaan nilai tambah yang lebih besar.
Selain itu, peningkatan kinerja keuangan dan transaksi finansial, naiknya realisasi belanja pemerintah terutama untuk belanja pegawai, serta meningkatnya konsumsi listrik pada segmen bisnis dan industri, turut mencerminkan geliat perekonomian Bali yang masih terus bertumbuh pada triwulan I-2025.
Hampir seluruh lapangan usaha penyusun PDRB Provinsi Bali pada triwulan I-2025 mencatat pertumbuhan positif secara y-on-y, kecuali Industri Pengolahan. Nilai ekspor luar negeri untuk komoditas Industri Pengolahan tercatat turun hingga 15,31 persen secara y-on-y. *dik