BISNISBALI.com – Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih ditargetkan menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Salah satu dari enam unit usaha yang dibentuk ialah simpan pinjam yang bertujuan mendorong perekonomian masyarakat pedesaan hingga meminimalisir jeratan pinjaman online (pinjol) dan rentenir bagi masyarakat.

Bali yang selama ini telah memiliki lembaga keuangan milik desa adat yakni LPD tengah lebih dulu memiliki tujuan tersebut. Akankah pembentukan Kopdes Merah Putih ini akan menjadi pesaing baru bagi LPD atau terancam gagal dijalankan?

Menurut Ketua Badan Kerja Sama (BKS) LPD Bali, Drs. I Nyoman Cendikiawan, S.H., M.Si, LPD sudah berdiri selama 41 tahun. Tujuan didirikan LPD ialah mendorong perekonomian di desa adat untuk menjaga kelangsungan adat dan budaya. Hal tersebut dilakukan dengan mengembalikan 20 persen laba untuk pembangunan desa adat serta 5 persen untuk kegiatan sosial di desa adat.

Terkait dengan dibentuknya Kopdes Merah Putih, menurutnya tentu akan menjadi pesaing. Terlebih diwacanakan Kopdes nantinya akan bisa menyalurkan dana dari Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) serta produk yang menyerupai KUR.  Cendekiawan tak menampik persaingan yang akan terjadi. Namun menurutnya, dengan keberadaan LPD yang sudah 41 tahun berdiri telah melekat dalam simpati masyarakat atau bisa dikatakan semacam fanatisme masyarakat.

“Ini sebenarnya perlu menjadi kajian. Karena Bali itu unik. Tapi nanti kembali lagi kepada kepercayaan nasabah yang menentukan,” ujar Kepala LPD Desa Adat Talepud, Gianyar ini.

Selama ini persaingan yang dihadapi LPD sudah banyak. Tidak saja datang dari koperasi yang ada hingga ke banjar-banjar, tapi juga bank umum hingga perbankan dengan produk KUR yang memberikan bunga ringan.

Untuk menghadapi persaiangan tersebut, LPD juga dikatakannya turut berbenah. Mulai dari penggunaan teknologi digital dalam operasional ataupun pelayanan kepada masyarakat, hingga memiliki program-program yang mampu mengimbangi bank umum atau perbankan.

“Seperti KUR, LPD ada yang memiliki kredit dengan suku bunga ringan. Itu kembali kepada kemampuan dari masing-masing LPD,” ungkapnya.

Terkait urusan kesejahteraan masyarakat, selain mengembalikan laba ke desa adat, dalam pengembangan produk di LPD juga disesuikan potensi dan kebutuhan masyarakat. Seperti  dalam penyaluran kredit memiliki program kredit musim panen bagi LPD dengan potensi masyarakat bertani, kredit harian dengan potensi masyarakat pedagang dan sebagainya.

“Program-program itu dibuat berdasarkan paruman (musyawarah) masyarakat. Demikian pula pengurus LPD karena orang-orang di wilayah tersebut, jadi sudah tau kebutuhan masyarakatnya masing-masing,” jelasnya.

Dengan itu, menurutnya pembentukan Kopdes Merah Putih yang merupakan program pemerintah pusat ini sangat bagus terlebih sudah dengan kajian matang. Namun pihaknya berharap bisa dikaji kembali untuk Bali yang memiliki keunikan dengan daerah lainnya.

Sebelumnya dalam sosialisasi yang dilakukan di Bali belum lama ini, Wakil Menteri Koperasi RI Ferry Julianto mengatakan, pembentukan Kopdes Merah Putih ini akan melalui musyawarah masyarakat desa. Di Bali yang telah memiliki lembaga keuangan milik desa adat bisa dibahas pada musyawarah nantinya.

Dia menuturkan dalam pembentukan Kopdes Merah Putih, ada 3 skema yang bisa dilakukan. Pertama pendekatan pembangunan kopdes dari awal jika memang belum ada koperasi desa, kedua skema revitalisasi jika sudah ada koperasi namun belum berjalan maksimal dan ketiga pengembangan atau penggabungan koperasi, bumdes atau Gapoktan yang sudah ada untuk pembanguan Kopdes Merah Putih. *wid