BISNISBALI.com – Pembangunan di Pulau Dewata bertujuan untuk memperkuat ekonomi kreatif, konektivitas global, dan pelestarian budaya, agar Bali tidak lagi bergantung hanya pada sektor pariwisata. Karenanya dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 yang diteken Presiden terdapat berbagai proyek besar resmi digulirkan di Bali,

Proyek tersebut di antaranya Pembangunan Jalan Tol Gilimanuk–Mengwi, Bandara Internasional Bali Utara, hingga revitalisasi Taman Nasional Bali Barat Menjangan–Pemuteran, pembangunan Pelabuhan Amuk di Candidasa, penataan kawasan Nusapenida, serta pengembangan Pelabuhan Gunaksa.

Terkait hal tersebut praktisi ekonomi Prof. Dr. IB. Raka Suardana, M.M. di Denpasar, Minggu (27/4) menyebutkan, pembangunan Jalan Tol Mengwi–Gilimanuk yang kembali berjalan berdasarkan Perpres No.12 Tahun 2025 akan membawa dampak penting bagi perekonomian, investasi, dan pariwisata Bali.

“Manfaat dari pembangunan ini mulai terasa tentu sejak tahap konstruksi dimulai, khususnya melalui penyerapan tenaga kerja (TK), peningkatan aktivitas sektor jasa dan material konstruksi, serta perputaran ekonomi masyarakat di sekitar proyek,” katanya.

Ia yang juga Dekan FEB Undiknas Denpasar ini mengatakan, tentu dampak penuh akan semakin dirasakan setelah tol beroperasi, dengan waktu tempuh yang lebih singkat dari Gilimanuk menuju Denpasar, memperlancar distribusi logistik, meningkatkan mobilitas wisatawan serta membuka peluang investasi di Bali Barat yang selama ini kurang berkembang.

Prof. Raka Suardana menilai untuk memastikan manfaat pembangunan ini dapat dirasakan secara merata di seluruh Bali, beberapa langkah strategis harus diterapkan. Pertama, pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalan penghubung, fasilitas transportasi umum, dan sarana pariwisata desa harus dilakukan secara serentak.

Kedua, program penguatan kapasitas SDM lokal perlu dioptimalkan melalui pelatihan berbasis industri kreatif, pariwisata berkelanjutan, dan kewirausahaan berbasis potensi daerah. Ketiga, pengaturan tata ruang dan zonasi wilyah harus diperketat untuk menghindari ketimpangan pertumbuhan hanya di sekitar pintu masuk tol, serta mencegah alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Keempat, insentif investasi diarahkan pada sektor produktif yang ramah lingkungan dan berbasis budaya lokal, seperti agrowisata, ekowisata, dan industri kreatif rakyat.

“Dengan penerapan langkah-langkah tersebut keberadaan Tol Mengwi–Gilimanuk akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Bali yang inklusif, berkelanjutan dan merata,” jelas Raka Suardana.*dik