BISNISBALI.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan perbankan untuk tetap memperhatikan beberapa risiko ke depan, utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi. Termasuk, potensi peningkatan risiko kredit pasca berakhirnya masa relaksasi kredit restrukturisasi terkait Covid-19 pada akhir Maret 2024.
Untuk itu perbankan diminta meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN dan PPAP secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko. Demikian disampaikan Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu di Denpasar, Senin (14/4).
OJK Provinsi Bali menilai kinerja Industri Jasa Keuangan (IJK) di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Februari 2025 tetap resilien dan terjaga stabil didukung oleh permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga.
Data sektor perbankan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Februari 2025 menunjukkan penyaluran kredit maupun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan dari periode sebelumnya.
Penyaluran kredit mencapai Rp231,1 triliun atau tumbuh 5,81 persen yoy, sedikit melandai dibandingkan Januari 2025 yang sebesar 6,77 persen yoy (Februari 2024: 11,34 persen yoy).
Puji Rahayu menjabarkan, berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 57,64 persen kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada kredit produktif, yaitu 33,82 persen dalam bentuk Modal Kerja dan 23,82 persen dalam bentuk Investasi.
Pertumbuhan kredit yoy didorong oleh peningkatan nominal kredit Investasi yang bertambah sebesar Rp12,1 triliun atau tumbuh 28,16 persen yoy lebih tinggi dibandingkan Februari 2024 sebesar 27,24 persen yoy (Januari 2025: 29,43 persen yoy).
“Tingginya pertumbuhan kredit investasi ini menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara,” terangnya.
Berdasarkan sektornya, ia mengatakan, penyaluran kredit didominasi oleh sektor Bukan Lapangan Usaha (konsumtif) sebesar 42,36 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 24,49 persen.
Pertumbuhan kredit terutama disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah sebesar Rp7,3 triliun (tumbuh 8,09 persen yoy), Penyediaan Akomodasi dan makan minum sebesar Rp1,6 triliun (tumbuh 11,63 persen yoy), serta Pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp931 miliar (tumbuh 6,93 persen yoy).
“Berdasarkan kategori debitur, sebesar 43,21 persen kredit di Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada UMKM dengan pertumbuhan sebesar 3,32 persen yoy (Februari 2024: 10,52 persen yoy),” paparnya.
“Tingginya penyaluran kredit perbankan kepada UMKM menunjukkan keberpihakan bank untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah,” imbuhnya.
Puji Rahayu lebih lanjut memaparkan seiring dengan pertumbuhan penyaluran kredit, penghimpunan DPK juga mengalami pertumbuhan positif. Penghimpunan DPK posisi Februari 2025 mencapai Rp275,7 triliun atau tumbuh 8,26 persen yoy, sedikit melandai dibandingkan posisi Januari 2025 yang sebesar 10,26 persen yoy (Februari 2024: 15,59 persen yoy). Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK dibandingkan Februari 2024 ditopang oleh kenaikan nominal Tabungan sebesar Rp14,9 triliun dan Deposito sebesar Rp5,3 triliun.*dik