Denpasar (bisnisbali.com) –Gejolak mata uang dunia menciptakan sebuah paradoks menarik bagi sektor pariwisata Bali, di mana satu sisi menghadirkan tantangan, namun di sisi lain membuka peluang besar. Ketika dolar AS, euro, dan dolar Australia menguat, Bali justru tampil lebih menggoda bagi wisatawan mancanegara karena menjadi destinasi yang lebih terjangkau.

Demikian disampaikan pemerhati pariwisata dan ekonomi Bali, Trisno Nugroho di Denpasar, Kamis (10/4). Menurutnya, daya beli wisatawan mancanegara meningkat, mendorong lonjakan kunjungan dan konsumsi wisata yang memberi angin segar bagi hotel, restoran, transportasi wisata, hingga UMKM lokal.

Namun, di balik gemerlap peluang itu tersembunyi tekanan berat bagi pelaku usaha yang bergantung pada barang impor. Trisno yang sebelumnya menjabat Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali ini mengakui, biaya operasional melonjak karena harga bahan baku, peralatan, dan teknologi dari luar negeri naik, yang pada akhirnya menyusutkan margin keuntungan.

Di sisi lain, wisatawan domestik yang terdampak nilai tukar lebih memilih destinasi dalam negeri, dan inilah celah baru yang dapat dimanfaatkan Bali untuk menyesuaikan strategi pemasarannya.

Bali harus mampu memainkan dua peran sekaligus, menjadi magnet global yang tetap kompetitif, sekaligus menjadi rumah yang nyaman dan terjangkau bagi pelancong nusantara. Strategi seperti diferensiasi harga, efisiensi biaya, serta penguatan kualitas layanan dan nilai budaya lokal akan menjadi kunci adaptasi.

Lebih dari itu, kolaborasi erat antara pelaku usaha dan pemerintah dalam menjaga keamanan, infrastruktur, dan keberlanjutan lingkungan akan memperkuat fondasi ekonomi pariwisata Bali agar tahan terhadap guncangan eksternal.

Trisno Nugroho menyampaikan pendekatan ekonomi kreatif seperti pengembangan desa wisata dan event budaya akan semakin memperkaya pengalaman wisata yang tak hanya berorientasi pada nilai tukar, tetapi juga pada nilai rasa dan identitas. Di tengah fluktuasi global, Bali punya kesempatan emas untuk membuktikan bahwa dari gejolak bisa lahir daya saing baru jika ditangani dengan cerdas, kolaboratif, dan berkelanjutan.

BACA JUGA  Pertumbuhan Konsumsi di Bali Terkerek Jelang Nyepi dan Idul Fitri

Sama halnya dikatakan pengelola salah satu hotel dan restoran di Sanur, Gung Wirtama. Menurutnya, pelaku pariwisata menaruh harapan momen ini untuk memperkuat pariwisata dalam negeri atau domestik sebagai motor ekonomi.

“Pelemahan rupiah ini diharapkan membuka peluang besar bagi sektor pariwisata domestik untuk menjadi penggerak ekonomi,” katanya.

Pemerintah diharapkan juga bisa mengeluarkan kebijakan untuk menjaring wisatawan mancanegara dan menggali pasar domestik mengingat biaya perjalanan ke luar negeri yang semakin mahal ini adalah momentum untuk mengalihkan perhatian dan minat wisata Indonesia ke berbagai destinasi menarik di Bali. *dik