BISNISBALI.com – Pemerintah Provinsi Bali terus berupaya menata pariwisata di daerah ini agar tetap menjadi destinasi unggulan, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Wujud kepedulian pemerintah di antaranya melalui kebijakan lewat perda hingga Surat Edaran (SE) Gubernur Bali.
Aturan-aturan pemerintah tersebut dinilai sebagai Panglima Utama dalam menata pariwisata Bali. Demikian tertuang dalam Dialog Merah Putih dengan tema “Menata Pariwisata Bali” di Warung 63 Denpasar, Rabu (9/4).
Ketua DPD Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Bali, Dr. Agus Made Yoga Iswara menyampaikan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Bali sangat mendukung untuk menata pariwisata ke depannya. Kebijakan pemerintah ini adalah Panglima Utamanya karena ada tata kelolanya, low enforcement, pengimplementasiannya baik kemudian selanjutnya dalam monitoring.
Ia mencontohkan terkait masalah sampah, dengan aturan yang ada diharapkan Bali bisa menyelesaikannya agar tidak menjadi PR di beberapa generasi mendatang. Bagaimana dalam waktu 3 tahun masalah sampah di Bali ini terselesaikan.
Yoga Iswara juga menilai aturan-aturan tersebut sebenarnya sebagai sebuah highlight prioritas yang dilakukan, atau salah satu bentuk respon di dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang memang menjadi highlighter secara positif.
“Ini juga mengingatkan kita bagaimana bersama-sama secara kolaborasi untuk melakukannya secara maksimal. Tentu hasilnya tidak bisa otomatis tetapi ketika kebijakan ini diterapkan pemerintah, menjadi gerakan Bersama yang sangat positif,” ujarnya.
Semua harus melihat tujuan besar dan etikat baik dari aturan tersebut dalam mengurai permasalahan-permasalahan mulai dari sampah, kemacetan, adanya oknum wisatawan yang bertingkah laku yang kurang baik. Setelah aturan terpenting adalah pengawasan. Aturannya sudah ada kini bagaimana implementasinya. Implementasinya siapa melakukan apa, kemudian bagaimana proses pengawasan dan ada evaluasi.
Berbicara outlook pariwisata 2025, Yoga Iswara mengatakan ibarat sukses dan disrupsi. Pertumbuhan memang diharapkan terjadi pada 2025 namun tahun ini pun memiliki banyak disrupsi. Dari sisi positifnya, target wisatawan Bali di 2025 di angka 6,5 juta naik dari 6,3 tahun lalu 2024. Begitupula wisatawan domestik juga sama itu sekarang mencapai 10,5 juta.
Namun ada disrupsi membayangi. Di wisatawan nusantara ini ada kebijakan efisiensi, kemudian harga tiket yang mahal, daya beli masyarakat juga lemah. Di wisatawan mancanegara pun disrupinya muncul mulai dari perang tarif, pelemahan kondisi ekonomi di Eropa dan juga ada kebijakan-kebijakan yang memang melarang atau mengurangi warga negaranya untuk berliburan ke luar negeri. Disrupsi ini tentu akan menjadi sebuah tantangan buat pariwisata Bali ke depannya.
Sementara berbicara tata kelola, diakui, tidak bisa berhenti sekali saja harus seiring berjalannya waktu menyesuaikan dengan jumlah kedatangan dan infrastruktur. Urgensi yang harus dipikirkan oleh pelaku pariwisata, pemerintah yaitu bagaimana bisa memperkuat brand atau menumbuhkan citra positif tentang Bali.
Karena selama ini, Bali digempur dengan pemberitaan-pemberitaan negatif seperti over tourism, kemacetan dan permasalahan sampah.
“Bagaimana kita melakukan sebuah gerakan bersama untuk mengembalikan citra positif Bali ini dulu,” sarannya.
Di tempat sama pengamat pariwisata dan ekonomi senior Panudiana Khun menekankan, perkembangan pariwisata di Bali memang agak semerawut dari mulai tata ruang, perizinan, kemacetan, sampah dan mulai keributan warga negara asing.
“Jadi memang pariwisata di Bali perlu ditata,” tegasnya.
Ia pun menilai aturan lewat SE Gubernur bagus dalam upaya mencoba untuk menata Bali supaya bersih. Tetapi ia menekankan, perda atau SE Gubernur itu bagaimana pelaksanaan dan pengawasan di lapangan.
“Siapa yang akan mengawasi itu, apakah polisi atau satpol PP?. Ini penting sekali karena kami dari industri jelas mendukung mengingat arah Bali yaitu pariwisata berkelanjutan. Jadi Bali bukan untuk sekarang saja, tetapi untuk anak cucu kita 100 tahun ke depan atau 1.000 tahun ke depan,” imbuhnya.
Apalagi persaingan pariwisata makin ketat. Negara tetangga misalnya Vietnam, baru-baru ini mengembangkan pariwisata di mana sekarang kedatangan itu sudah 16 juta turis per tahun. Sementara Indonesia baru 12 juta dan Bali baru 6,4 juta. Untuk itu permasalahan yang sangat urgen atau penting sekali yang perlu ditata adalah permasalahan tata ruang, perizinan, sampah hingga kemacetan. Tantangan tersebut harus menjadi fokus untuk penataan pariwisata berkelanjutan nantinya.
Terkait isu vila ilegal atau adanya warga asing berbisnis di sektor properti sejenis?. Ketua Bali Villa Association (BVA), Gede Hendrawan mengatakan, berbicara vila terutama data jumlah vila, ia menerangkan sedikit ada kendala karena setiap instansi memiliki data berbeda. Karena itu pihaknya ingin mengetahui siapa yang memiliki akses karena sekarang Sistem Online Single Submission (OSS). Jadi apabila sudah registrasi di dalam OSS tersebut berarti boleh dikatakan legal. Diharapkan pemerintah provinsi atau pemerintah daerah ada data yang resmi dengan membuka dari sistem OSS yang KBLI-nya vila, berapa jumlah vila ada di Bali.
”Jadi yang kita harapkan di sini dari pemerintah, entah itu provinsi atau kabupaten/kota, bisa membuka data itu,” harapnya.
Begitupula terkait vila dikatakan ilegal, kondisinya itu pun sama saja, berapa sih yang ilegal. Sebab pihaknya tidak memiliki akses untuk itu. Pihak yang memiliki tersebut dari pemerintahan. Diharapkan dengan cara ini mengetahui jelas beberapa yang sudah lengkap mengurus kepengurusan perizinan usaha-usaha yang ada di Pulau Bali.*dik