BISNISBALI.com – Kebijakan tarif impor Donald Trump sebesar 32 persen rentan berimbas kepada ekspor pelaku usaha Bali ke Amerika Serikat. Untuk itu diperlukan adanya diversifikasi pangsa pasar ekspor lainnya yang lebih menjanjikan.
Untuk dapat memasarkan produk-produk Bali ke pasar ekspor, menurut Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor-Impor (GPEI) Bali, Ketut Dharma Siadja, perhatian yang diharapkan antara lain bantuan kemudahan akses mendapatkan permodalan atau pembiayaan dan bantuan promosi, baik promosi di dalam maupun di luar negeri.
Selain itu, dia juga mengharapkan agar pemerintah bisa mengantisipasi dan membuat kebijakan dengan baik, sehingga menjadi kesempatan meningkatkan barang-batang dari Bali masuk ke pasar global. Di samping itu, perlu adanya perhatian bagi para pelaku Usaha, Kecil, dan Menengah (UKM) dengan cara difasilitasi untuk melakukan pameran ke luar negeri sembari dibekali pelatihan-pelatihan agar bisa melakukan ekspor barang kerajinannya ke luar negeri.
“Tentunya juga memberikan pinjaman-pinjaman lunak kepada para UKM karena mereka susah mendapatkan pinjaman,” harapnya.
Ia menyatakan kesiapannya bekerja keras menggenjot ekspor komoditas unggulan Bali. Antara lain produk-produk perikanan, pertanian, kerajinan dan yang lainnya. Terkait itu, pemerintah juga diharapkan bisa mendukung, memfasilitasi usaha untuk menggenjot ekspor Bali tersebut. Contohnya membantu mempromosikan produk-produk unggulan Bali ke mancanegara, melalui pameran-pameran internasional.
“Kami siap berjuang dengan teman-teman eksportir untuk meningkatkan ekspor untuk devisa,” katanya.
Sebelumnya ia mengakui kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mematok bea impor 32 persen terhadap produk dari Indonesia memicu kekhawatiran di kalangan eksportir Bali. Eksportir bersiap mengalihkan pasar ke Eropa.
Menurut Dharma, kebijakan ini tidak lepas dari dinamika hubungan dagang kedua negara. Sebelumnya, Indonesia juga telah memberlakukan tarif yang cukup tinggi terhadap produk-produk AS. Mungkin sekarang Amerika berpikir, kenapa hanya AS yang dikenai tarif tinggi? Maka mereka membalas dengan cara yang sama. “Ini murni perang dagang, dan kita tidak bisa mengelak,” tegasnya.
Lebih jauh, Dharma mengingatkan bahwa eksportir di Bali saat ini menghadapi tantangan yang lebih besar dari sekadar perang dagang, yakni situasi ekonomi global yang tidak stabil. Pelaku usaha mesti hati-hati sekali sekarang. Di AS dan Eropa sendiri mereka juga sedang mengalami resesi yang pelan-pelan sehingga daya beli juga berkurang.
Ia mengimbau mesti perkuat saving untuk menghadapi pelemahan ekonomi global ini. Ekonomi dunia memang sedang melemah, dan ditambah lagi dengan kenaikan tarif ini, akan semakin gonjang-ganjing juga perekonomian dunia. Pelaku ekspor Bali segera mengalihkan target pasar ke wilayah lain, terutama Eropa Barat. Menurutnya, di tengah gejolak pasar global dan ancaman resesi yang perlahan melanda AS dan Eropa, strategi diversifikasi pasar menjadi sangat penting.
Adalah potensi PHK?. Ketut Dharma menilai selain diversifikasi pasar, perusahaan-perusahaan ekspor di Bali segera melakukan efisiensi internal. Ia menegaskan efisiensi bukan berarti langsung melakukan pengurangan tenaga kerja, melainkan mengoptimalkan proses produksi agar lebih hemat biaya dan tetap kompetitif secara harga.
Langkah lain mungkin lebih meningkatkan efisiensi di dalam perusahaan masing-masing.
“Efisiensi mungkin akan berujung ke pengurangan tenaga, tapi itu alternatif terakhir. Sebelum itu tentunya kami lebih efisien dalam bekerja. Mana yang pekerjaanya bisa dikurangi, bagaimana kami bisa produksi barang dengan biaya yang rendah, gitu saja,” paparnya.*dik