Denpasar (bisnisbali.com) –Pemerhati perbankan menilai memasuki awal tahun 2025 ini, aktivitas perbankan baru start, persis kayak mobil yaitu baru pemanasan. Seperti dikatakan Komut BPR Penebel, Nyoman Sender di Denpasar, berbicara kinerja perbankan triwulan I/2025 untuk saat ini masih terlalu prematur mengingat Maret belum ditutup, yakni masih dua minggu lagi.
Namun berbicara kinerja perbankan dalam hal ini BPR di awal tahun, Nyoman Sender menilai kinerja BPR di Bali sepertinya dalam kondisi mix. Dalam arti ada yang over likuid (dananya lebih banyak dari kreditnya), sebagian ada kreditnya agak kenceng tapi dana pihak ketiga (DPK) agak kedodoran. “Idealnya antara pertumbuhan DPK dengan kredit mestinya seimbang,” katanya.
Nyoman Sender yang juga Komisaris di BPR Kertiawan ini menilai, secara keseluruhan BPR di Bali selama dua bulan pertama tahun 2025 ini kinerja bertumbuh dibandingkan dua bulan pertama tahun 2024, walaupun masih dalam kisaran relatif rendah kisaran single digit, di bawah 10%.
“Hal ini cukup menggembirakan di tengah kondisi perekonomian nasional yang juga pertumbuhannya relatif lamban,” paparnya.
Ditambah Maret 2025 ini bersamaan dengan hari raya Nyepi dan Lebaran, sehingga ada kekhawatiran pertumbuhan perbankan terutama BPR di Bali sedikit melamban di triwulan I/2025 ini. “Kinerja yang agak lamban pada triwulan pertama setiap tahun merupakan hal wajar mengingat polanya hampir sama setiap awal tahun yakni belum bisa ngegas,” ungkapnya.
Sementara berbicara kredit yang mendominasi BPR di Bali masih sektor UMKM yang memang ranahnya perbankan BPR yang masih berkaitan dengan sektor pariwisata dan perdagangan, disusul konstruksi, industi kecil/kerajinan dan jasa lainnya.
Sementara itu Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali menilai Industri Jasa Keuangan (IJK) di Provinsi Bali sampai dengan posisi Januari 2025 terjaga stabil didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga. Kepala Kantor OJK Bali, Kristrianti Puji Rahayu di menyampaikan data sektor perbankan di Provinsi Bali posisi Januari 2025 menunjukkan penyaluran kredit maupun penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan dari periode sebelumnya.
Penyaluran kredit mencapai Rp111,56 triliun atau tumbuh 6,34 persen yoy dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 6,75 persen yoy (Desember 2024: 6,81 persen yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit yoy masih didorong oleh peningkatan kredit investasi yang tumbuh sebesar Rp5,17 triliun atau 17,19 persen yoy (Desember 2024: 18,47 persen yoy). Tingginya pertumbuhan kredit investasi ini menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi di Bali.
Sementara itu, berdasarkan kategori debitur, sebesar 52,44 persen kredit di Bali disalurkan kepada UMKM dengan pertumbuhan sebesar 5,38 persen yoy (Desember 2024: 5,99 persen yoy). “Berdasarkan sektornya, penyaluran kredit didominasi oleh sektor Bukan Lapangan Usaha (konsumtif) sebesar 34,32 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 28,68 persen,” katanya.
Menurutnya, pertumbuhan kredit disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah sebesar Rp2,25 triliun (tumbuh 6,23 persen yoy) serta Sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum sebesar Rp1,71 triliun (tumbuh 15,11 persen yoy). Penghimpunan DPK mencapai Rp191,56 triliun dan melanjutkan catatan double digit growth yaitu 11,96 persen yoy, walaupun tumbuh melandai dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,74 persen yoy.
Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK posisi Januari 2025 ditopang oleh kenaikan nominal tabungan sebesar Rp12,03 triliun.
Fungsi intermediasi yang positif tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) posisi Januari 2025 sebesar 58,24 persen. Adapun kecukupan modal BPR (Cash Ratio/CR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terjaga di atas threshold, berturut-turut sebesar 14,26 persen dan 35,38 persen. Tingginya permodalan perbankan diyakini mampu menyerap potensi risiko yang dihadapi dan OJK akan terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas.*dik