BISNISBALI.com – Pemerintah mengimbau seluruh pelaku industri pariwisata untuk menyiapkan langkah mitigasi dalam mengantisipasi potensi kepadatan di destinasi wisata favorit hingga perubahan cuaca terutama di daerah rawan bencana saat musim libur Lebaran 2025.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata, Hariyanto, dalam pernyataannya dilansir dari laman resmi kemenpar, Senin (31/3) mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan Surat Imbauan Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur tentang risk assessment untuk antisipasi destinasi terutama yang memiliki kerawanan tinggi untuk dapat mempersiapkan destinasinya.
“Kementerian Pariwisata secara keseluruhan mengantisipasi situasi katakanlah yang tidak diharapkan. Sebelumnya, Kemenpar mengeluarkan Surat Edaran Menteri Pariwisata tentang penyelenggaraan berwisata yang aman, nyaman, dan menyenangkan ke seluruh Indonesia,” ujar Hariyanto.
Selain bekerja sama dengan BMKG, BNPB, dan stakeholder lain, Kemenpar mengembangkan platform Sisparnas (Sistem Informasi Kepariwisataan Nasional) sebagai platform yang didalamnya terdapat micro site mengenai edukasi manajemen krisis dan berkolaborasi dengan BMKG menginformasikan kondisi cuaca di berbagai daerah termasuk di dalamnya cuaca di destinasi wisata.
“Di dalamnya juga ada link bekerja sama dengan BMKG, sehingga kita dapat mengetahui dari waktu ke waktu kondisi cuaca di setiap daerah,” kata Hariyanto.
Berdasarkan pemantauan dan koordinasi virtual yang dilakukan Kementerian Pariwisata terdapat daerah-daerah yang telah mengaktifkan posko TIC (Tourist Informatiom Center) seperti Yogyakarta dan Bintan.
“Kita lebih kepada bagaimana stakeholders termasuk khususnya pemerintah daerah mengantisipasi itu semua dengan media digital,” ujar Hariyanto.
Terkait persiapan libur lebaran, Kemenpar turut berkolaborasi lintas kementerian/lembaga untuk menghadirkan Posko Angkutan Lebaran 2025 yang diinisiasi oleh Kementerian Perhubungan. Posko ini juga melibatkan Kementerian/Lembaga dan BUMN terkait termasuk Komdigi, Kemenpar, BMKG, ASDP, In-journey, dan lain-lain.
Sementara terkait kesiap-siagaan bencana, Kementerian Pariwisata melakukan monitoring dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait. Pertama terkait dengan bencana tanah hidrometriologi, meliputi curah hujan yang tinggi dan kemudian resiko banjir bandang, tanah longsor.
“Kita melakukan advokasi dengan para personel pengelola desa wisatanya. Dan kemudian risiko yang kedua adalah risiko vulkanologi. Terutama di destinasi-destinasi wisata yang ada di gunung-gunung berapi, di lereng gunung berapi. Itu juga secara sistem informasinya kami sangat terkait dengan PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi),” ujar Fadjar.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani, mengatakan berkaitan dengan manajemen risiko yang sudah dilakukan, salah satunya adalah penerapan protokol CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environmental sustainability) terbukti masih relevan dengan kondisi saat ini. Di mana industri diharapkan untuk selalu mengimplementasikan protokol CHSE demi terwujudnya rasa aman dan nyaman saat berwisata.
“Keselamatan perjalanan juga harus diperhatikan. Isu climate change membuat Kementerian Pariwisata harus lebih adaptif, sehingga kami akan menyusun pedoman untuk menangani keselamatan saat perubahan cuaca terjadi,” kata Rizki. *rah