BISNISBALI.com – Sengketa tanah, kriminalitas yang melibatkan wisatawan asing, dan konflik sosial terus menjadi isu panas di Bali. Dalam upaya mencari solusi, Kejaksaan Negeri Tabanan meluncurkan Bale Sabha Adhyaksa sebagai ruang mediasi berbasis kearifan lokal yang diklaim mampu menyelesaikan persoalan hukum tanpa harus berujung ke pengadilan.

Peresmian ini berlangsung di Gedung Kesenian I Ketut Marya, Rabu (26/3). Kegiatan dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana, Gubernur Bali Wayan Koster, Bupati Tabanan Dr. I Komang Gede Sanjaya, S.E., M.M, Ketua DPRD Tabanan I Nyoman Arnawa, Sekda Tabanan I Gede Susila serta jajaran hingga perbekel se-Kabupaten Tabanan yang hadir sebagian secara hybrid.

Pada kesempatan tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Dr. Ketut Sumedana menyoroti beberapa isu krusial yang tengah berkembang, termasuk perubahan status tanah, eksploitasi lingkungan, pengelolaan sampah, serta meningkatnya tindak kriminal di kalangan wisatawan dan warga asing yang menetap di Bali. Menurutnya, permasalahan ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan hukum formal, tetapi juga membutuhkan strategi berbasis kearifan lokal yang melibatkan masyarakat secara aktif.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah perubahan status tanah yang semakin kompleks akibat investasi asing dan ekspansi industri pariwisata. Banyak warga lokal yang kehilangan hak kepemilikan tanah karena mekanisme jual beli yang kurang transparan atau ketidaktahuan mereka terhadap regulasi hukum pertanahan.

Hal ini sering kali memicu konflik antara warga dengan investor, yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat mengganggu stabilitas sosial di Bali. Bale Sabha Adhyaksa diharapkan bisa menjadi wadah mediasi bagi masyarakat yang menghadapi sengketa tanah, sehingga keputusan yang diambil tetap berpihak pada keadilan sosial dan keberlanjutan budaya lokal.

BACA JUGA  Puluhan Sekolah di Tabanan belum Ada Kasek, Kadisdik : Masih Berproses

Selain itu, Bali juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan lingkungan, terutama terkait eksploitasi sumber daya alam dan permasalahan sampah. Dengan meningkatnya jumlah wisatawan, volume sampah yang dihasilkan juga meningkat drastis, sehingga diperlukan kebijakan yang lebih ketat dalam pengelolaannya.

Tak hanya itu, praktik eksploitasi lingkungan, seperti pembangunan tanpa izin dan pencemaran laut akibat aktivitas pariwisata, menjadi perhatian utama. Bale Sabha Adhyaksa dapat menjadi forum diskusi antara masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha dalam mencari solusi yang berkelanjutan.

Persoalan lainnya adalah peningkatan tindak kriminalitas di kalangan wisatawan dan pendatang asing. Beberapa kasus menunjukkan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh turis atau ekspatriat, mulai dari penyalahgunaan narkotika hingga tindakan kriminal seperti penipuan dan kekerasan.

Penanganan kasus-kasus ini sering kali menimbulkan dilema, terutama jika pelaku berasal dari negara yang memiliki sistem hukum berbeda dengan Indonesia. Dengan adanya mekanisme mediasi di Bale Sabha Adhyaksa, diharapkan konflik yang melibatkan warga asing dapat diselesaikan secara lebih efisien, tanpa harus selalu melalui jalur peradilan yang panjang dan kompleks.

Dalam paparannya, Dr. Ketut Sumedana menegaskan bahwa modernisasi dan globalisasi harus diimbangi dengan kebijakan yang tepat agar tidak menggerus nilai-nilai budaya lokal.

“Bali adalah daerah dengan tradisi yang kuat, tetapi kita juga tidak bisa menutup diri dari perkembangan zaman. Perlu kita lakukan adalah mencari titik keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya, agar keduanya bisa berjalan beriringan,” jelasnya.

Dengan hadirnya Bale Sabha Adhyaksa, diharapkan berbagai konflik sosial yang muncul di masyarakat dapat diselesaikan dengan lebih cepat, efektif, dan berkeadilan, tanpa harus selalu bergantung pada proses peradilan formal. Kejaksaan Negeri Tabanan berkomitmen untuk terus mengembangkan konsep mediasi berbasis adat ini agar dapat menjawab tantangan sosial dan hukum di masa depan.

BACA JUGA  PAMTS Sikapi Larangan Produksi AMDK di Bawah 1 Liter

Bale Sabha Adhyaksa hadir sebagai bagian dari upaya kejaksaan dalam menciptakan sistem peradilan yang lebih adil, efektif, dan berlandaskan nilai-nilai budaya Bali. Balai mediasi ini mengusung konsep Desa Kala Patra Sad Kerthi Tri Hita Karana yang menekankan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, baik dalam aspek spiritual (Parahyangan), sosial (Pawongan), maupun lingkungan (Palemahan).

Dengan konsep ini, setiap penyelesaian perkara hukum akan mempertimbangkan harmoni antara korban, pelaku, dan masyarakat. Sehingga keadilan yang tercapai bukan sekadar bersifat hukum positif, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai adat dan budaya setempat.

Keberadaan Bale Sabha Adhyaksa juga sejalan dengan regulasi yang telah diterapkan oleh Kejaksaan Agung, terutama Peraturan Jaksa Agung (PERJA) No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Regulasi ini memberikan ruang bagi penyelesaian perkara di luar pengadilan, asalkan pihak korban dan pelaku telah mencapai kesepakatan, serta kepentingan masyarakat tetap terjaga.

Dengan demikian, balai ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi perkara hukum yang tidak harus selalu berakhir di meja hijau, tetapi dapat diselesaikan melalui musyawarah yang melibatkan berbagai pihak terkait.

Dr. Ketut Sumedana menegaskan, hukum tidak hanya berfungsi untuk menindak pelanggaran, tetapi juga sebagai alat untuk menjaga keseimbangan sosial di masyarakat. “Pendekatan hukum yang terlalu kaku justru bisa mengganggu harmoni sosial. Dengan adanya Bale Sabha Adhyaksa, kita memiliki mekanisme yang lebih fleksibel dan sesuai dengan nilai-nilai lokal untuk menyelesaikan berbagai konflik,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara kejaksaan, pemerintah daerah, serta masyarakat adat dalam menjalankan fungsi mediasi ini agar dapat berjalan secara optimal dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Bali. Dengan diresmikannya Bale Sabha Adhyaksa, Kejaksaan Negeri Tabanan berharap dapat meningkatkan efektivitas penyelesaian perkara hukum, mengurangi beban sistem peradilan, serta menjaga tatanan sosial yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Bali.*man

BACA JUGA  Program Sergap Jamin Harga Gabah Stabil