BISNISBALI.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa, 18 Maret 2025 sempat anjlok yang memicu penghentian sementara perdagangan (trading halt) oleh Bursa Efek Indonesia. Anjloknya IHSG ini diproyeksikan berpengaruh ke sektor ekonomi.
Seperti disampaikan Pemerhati ekonomi dari Undiknas University Prof. I Gede Sri Darma di Denpasar, Kamis (20/3). Anjloknya IHSG disinyalir imbas kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada ekosistem pasar modal.
“IHSG turun akibat ketidakpercayaan asing terhadap strategi-strategi presiden kita, yaitu dengan efisiensi, kemudian ada danantara. Ketidakpercayaan asing akhirnya mereka menjual semua saham-sahamnya di Indonesia sehingga IHSG turun,” katanya.
Bahkan dengan adanya Danantara, saham-saham perbankan pun juga turun karena tidak percayaan asing terhadap kebijakan ini. Di samping juga adanya isu-isu Sri Mulyani turun dari jabatannya Menteri Keuangan yang diyakini oleh asing sebagai orang yang mampu menghidupkan ekonomi nasional Indonesia.
Apa pengaruh ke ekonomi?. Sri Darma yang juga Direktur Sekolah Pasca Sarjana Undiknas University ini menyampaikan, dengan kebijakan efisiensi tentu ekonomi Bali juga sangat berpengaruh. Bali masih mengadalkan pariwisata ataupun kegiatan MICE melalui seminar-seminar. Pengaruh nyatanya akan terasa ke pariwisata dan ekonomi Pulau Dewata, bila mereka yang bekerja di Kementerian tidak lagi datang ke Bali untuk berseminar melainkan diganti zoom.
“Keadaan ini tentu sangat berpengaruh dalam ekonomi maupun investasi Bali. Ditambah dengan banyak wisatawan asing datang ke daerah ini tetapi mereka tidak tidur di hotel atau di tempat-tempat yang sudah disediakan oleh pemerintah. Mereka justru punya rumah sendiri karena ada kebijakan namanya second home,” jelasnya.
Sri Darma meyakini dengan kebijakan-kebijakan yang sekarang ini, asing maupun pengamat ekonomi meyakini belum mampu menggerakkan ekonomi apalagi bisa tumbuh di atas 8 persen. Ia berharap semoga kepercayaan selalu tumbuh di Indonesia dengan bukti-bukti korupsi di berantas tuntas, tidak hanya sekadar gertakan sambal.
“Kalau itu terjadi maka kepercayaan pada pemerintah Prabowo akan Kembali dan akhirnya investasi ke asing bisa datang kembali lagi,” imbuhnya.
Hal sama dikatakan Regional Chief Economist (RCE) BNI Wilayah 8, Prof. Dr. IB Raka Suardana, semua tahu IHSG Indonesia mengalami penurunan tajam sebesar 7,1 persen, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kebijakan pemerintah, posisi fiskal, dan prospek pertumbuhan ekonomi. Penurunan itu memicu serangkaian langkah dari otoritas keuangan untuk menstabilkan pasar dan menjaga kepercayaan investor.
Penurunan IHSG tak hanya berdampak pada pasar saham, tetapi juga memiliki implikasi luas terhadap perekonomian nasional. “Kinerja IHSG sering dianggap sebaga barometer kesehatan ekonomi. Penurunan tajam dapat mencerminkan atau memicu penurunan aktivitas ekonomi,” tegasnya.
Ia yang juga Dekan FEB Undiknas Denpasar ini menjabarkan, investor asing yang memegang sekitar 40 persen dari partisipasi per saham Indonesia, mencatat penjualan bersih sekitar Rp2,49 rupiah pada hari tersebut, menunjukkan penurunan kepercayaan terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Di tingkat regional, khususnya di Bali, dampak penurunan IHSG dapat dirasakan melalui sektor pariwisata dan investasi. Bali sebagai destinasi wisata utama, sangat bergantung pada investasi di sektor perhotelan, restoran, dan layanan pariwisata lainnya.
“Penurunan IHSG dapat mengurangi minat investor untuk menanamkan modal di sektor-sektor tersebut, mengingat meningkatnya persepsi risiko,” paparnya.
Selain itu, penurunan nilai rupiah dapat mempengaruhi biaya operasional bisnis yang bergantung pada impor, seperti bahan makanan dan barang konsumsi lainnya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga bagi wisatawan dan menurunkan daya saing Bali sebagai destinasi wisata.
Namun, kata Prof. Raka, penting untuk dicatat bahwa pasar saham cenderung sensitif terhadap sentimen jangka pendek dan dapat pulih seiring dengan stabilisasi kondisi makroekonomi. Langkah-langkah yang diambil oleh OJK dan BI menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan pasar keuangan.
Selain itu, fundamental ekonomi Indonesia yang cukup kuat, seperti pertumbuhan ekonomi yang stabil dan cadanga devisa yang memadai, dapat membantu meredam dampak negatif dari volatilitas pasar saham.*dik