Gianyar (bisnisbali.com)-Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR I Nyoman Parta menilai belum terlihat perbedaan yang signifikan antara kondisi RUU Perkoperasian yang terdahulu dan RUU Perkoperasian yang sekarang terkait sejumlah permasalahan dan tantangan ke depan.

‘’Artinya, belum ada spirit yang membedakan terkait presentasi Tim Ahli atas penyusunan RUU tentang Perubahan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Kita tahu saat ini koperasi banyak masalah, lalu dicitrakan seolah-olah hanya kumpulan orang yang sulit mengakses kredit perbankan, ditambah soal penyimpangan-penyimpangan koperasi dan lain-lainnya,” katanya dalam rapat Pleno Presentasi Tim Ahli tentang RUU Perkoperasian di Jakarta, Rabu (19/3).

Menurut Parta, yang ingin DPR bedakan adalah koperasi ke depan agar lebih progresif dan kuat. Spirit inilah yang hilang, karena yang terjadi bahwa koperasi seolah-olah hanya menjadi milik satu atau dua orang, sehingga anggotanya tidak lagi memiliki kekuasaan.

Selanjutnya bagaimana menempatkan koperasi yang tertutup dan terbuka. Selama ini koperasi banyak yang masuk secara teknis dan murni ke wilayah perbankan. Tidak lagi menjadikan anggotanya sebagai pemilik tetap, sehingga menyebabkan tidak ada hubungan apa pun dengan koperasi kecuali hubungan simpan pinjam. “Jadi tidak peduli lagi, apakah koperasi itu sehat atau tidak, koperasi itu besar atau tidak, karena hubunganya  sekadar peminjam dan pemberi pinjaman,” kilahnya.

Oleh sebab itu, lanjut Parta, dalam UU baru nanti DPR harus lebih tegas. Koperasi yang sudah masuk praktik seperti perbankan jangan dikategorikan lagi sebagai koperasi, karena sudah keluar dari prinsip-prinsip koperasi. Bisa juga dikembalikan lagi seperti semula. Buat saja persereon terbatas yang menjadi milik koperasi.

Legislator dari Pulau Dewata itu menceritakan pengalamannya ketika mendatangi usaha koperasi di sebuah negara. Koperasinya berkembang pesat dan memiliki anggota yang sangat besar, bahkan diizinkan memiliki sebuah bank yang dikelola secara profesional.

BACA JUGA  Alasan MBG di Denpasar Diganti Snack

“Sungguh memprihatinkan, Indonesia memiliki pasal 33 dalam UUD 1945, yang mana disebutkan perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Lalu, kita punya sila kelima Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bahkan punya Menteri Koperasi. Namun, koperasinnya banyak yang rapuh, tidak berkembang dan ekonominya dikuasai oligarki,” tuturnya.

Sementara di luar negeri seperti Swiss, Malaysa, dan Filipina tidak punya Menteri Koperasi, namun hebatnya fondasi ekonominnya kuat karena koperasinnya kuat. “Karena itulah penyusunan perubahan atas UU Nomor 25 Tahun 1992 itu progresif, apalagi karena UU-nya sudah jadul mencapai 33 tahun,” imbuhnya.

Parta menambahkan, penyusunan RUU Perkoperasian yang baru harus memberikan titik terang dalam menuju demokrasi ekonomi dalam rangka menuju negara kesejahteraan. “Jadi, tanpa demokrasi ekonomi, sulit membentuk koperasi yang kuat dengan karakter, dari, oleh dan untuk anggota sebagaimana amanat para pendiri Bangsa,” pungkasnya. *kup